Berkisah mengenai
seorang lelaki yang berencana mencuri mayat sebagai syarat pesugihan. Mayat yang diincar adalah Lek Rukmini yang meninggal
pada hari Selasa Kliwon. Sebagian masyarakat Jawa memang menganggap sakral hari
Selasa dan Jumat Kliwon. Karena itu kuburan Lek Rukmini dijaga oleh 3 orang
penduduk desa.
Si Pencuri Mayat
berhasil membuat mereka tertidur dengan mantra yang ia ucapkan.
Lalu ia mulai
menggali kuburan menggunakan tangannya. Lagi-lagi karena itu adalah salah satu
syarat yang harus ia lakukan.
Saat menggali kuburan
itulah melalui monolognya terungkap alasan mengapa ia nekat melakukan aksi
tersebut. Juga mimpi-mimpinya ketika kelak ia berhasil menjadi orang kaya.
Nasib tidak pernah berpihak pada orang susah.
Roda memang bisa berputar, tetapi roda milikku macet. Sehingga aku selalu di
bawah.
Aku harus
berhasil, harus berusaha keras menggali kubur ini dengan tanganku, biarpun
tangan ini lecet, kotor, tak apa. Sakit ini hanya untuk sementara. Tetapi lihat
saja hasilnya nanti, kalau aku sudah berhasil menggigit kedua telinga mayat
ini, oh… lihat saja. Aku pasti akan kaya raya. Aku pasti bisa mendandani
istriku dengan sepasang subang emas berlian di telinganya.
Di tangannya
melilit ular-ularan dari emas. Giginya emas… Ah tidak, bukan gigi emas, gigi
emas sudah kuno. Akan aku hiasi lehernya dengan kalung emas yang berat, cincin,
gincu yang mahal, bedak yang bagus seperti artis-artis sinentron .
Anak-anakku
pasti tidak akan diejek lagi kalau sekolah, karena kemarin-kemarin kalau ke
sekolah tidak pakai sepatu, akan aku belikan sepatu yang paling mahal seperti
yang diiklankan di televisi. Uang SPP-nya tidak akan nunggak, aku bisa beli
truk untuk usaha adikku yang bungsu, bisa beli rumah yang bagus, tidak
kesulitan jika ada sumbangan ini sumbangan itu. Semua pasti beres, beres… res…
res…
Namun saat ia berhasil
mengangkat mayat tiba-tiba saja ada segerombolan anjing yang datang menyerbu
kuburan dan memakan mayat yang hendak dicuri tersebut! Suara anjing yang
menyalak begitu keras akhirnya membangunkan tiga penjaga dan para penduduk desa
pun berdatangan ke kuburan. Bersama-sama menghajar Si Pencuri Mayat tersebut.
*
Saya menyaksikan
pementasan seru ini di Gedung PKM Universitas Jember dalam rangkaian acara Parade
Teater Jember yang diadakan selama seminggu penuh. Teater Titik tampil menarik
melakonkan “Anjing-Anjing Menyerbu Kuburan” karya Puthut Buchori tersebut. Naskah ini diadaptasi dari cerpen
Kuntowijaya dengan judul sama.
Ini adalah salah satu karya sastra
yang menggelitik nyinyir. Fenomena seperti ini bisa terjadi kepada siapa saja
dan dimana saja. Tidak hanya orang miskin, bahkan orang yang kaya dan
berpendidikan pun bisa saja melakukan hal-hal yang tidak masuk akal. Ada
pula golongan manusia yang tunduk kepada sistem, mengekor kepada sesuatu.
Manusia dan anjing, berupa hewan
yang katanya “tidak berakal” mendadak bisa menjadi sama berjajar. Tak ada
bedanya. Manusia yang mencuri mayat sesama, anjing yang memakan bangkai. Si Pencuri
Mayat melakukan itu karena kebutuhanya untuk hidup dan anjing pun melakukan hal
tersebut karena insting untuk kelangsungan hidupnya. Juga para warga yang telah
bertindak anarkis dengan main hakim sendiri, mengahajar Si Pencuri Mayat. Sebenarnya
tak ada bedanya dengan perbuatan yang dilakukan pencuri itu. Jika pencuri itu “menganiaya”
manusia yang telah mati, orang-orang desa tersebut justru menganiaya manusia
yang masih hidup.
Lalu mana yang “anjing” ? = ) Hehehe...
Salah satu warga yang bijak akhirnya
datang melerai dan berkata :
Emosi ya emosi, tapi ya mbok yang terkendali. Kalau
kalian main aniaya seenaknya pada orang ini, kalian tak ubahnya orang ini.
Orang ini menganiaya, menyakiti orang mati, kalian malah menganiaya, menyakiti
orang hidup yang sudah tak mampu melawan seperti ini.
Sejak pindah kembali ke Jawa Timur,
saya sering menyaksikan orang-orang yang dengan gampang mencaci sesama dengan
kata “patek!” dan “asu!” yang berarti anjing. Di jaringan sosial
juga dengan mudah mendapatkan ababil yang mengucapkan “anjing lu!”. Kata anjing
identik dengan makian. Segitu hinanya kah anjing?
Hidup juga mengajarkan saya bahwa anjing
adalah salah satu simbol kesetiaan. Dalam surat Al-Kahfi Allah bahkan berfirman
mengenai anjing yang masuk surga. Saya suka sekali dengan kisah Ashabul Kahfi
ini. Saya juga suka lagu yang dibawakan Raihan mengenai mereka, saya bahkan
menyanyikannya kembali di Elfira is singing "Ashabul Kahfi"
Lah kenapa jadi promosi? HAHAHAH. Oke oke tulisan ini
mulai gak fokus =p jadi sebaiknya disudahi saja
like this
ReplyDeletesaya belum pernah liat pementasan teater gitu, padahal sering liat posternya -_-' tapi kok ya gg pernah dicatet tanggalnya hhohho
ReplyDeletesaya sering dengar teater univ jember ini..
ReplyDeletesemoga suatu ketika keturutan nonton di sana :)
*trimakasih sudah mampir di blog saya :)