24 January 2012

Kotak nyindir :p


saya ngakak saat melongok ke dalam kotak kritik dan saran di dalam kantor Samsat Jember ini, ternyata isiniya sampah :D
demi apa itu sampe ada korek kuping pula !
*LOL

18 January 2012

Jelajah Jember : Perkebunan Sumberwadung Silo

Di areal Perkebunan PDP Sumber Wadung ini terdapat pabrik yang berdiri sejak zaman penjajahan Belanda dulu.

Pabrik tersebut mengolah kopi, coklat dan karet.

Ada beberapa hal yang menarik di areal perkebunan ini, diantaranya pohon berusia lebih dari 1 abad ini :
Begitu melihat pohon ini saya langsung takjub dan merinding bersamaan :p
Keren ya :)






melihat tempat ini saya langsung terbayang wanita Belanda bergaun anggun piknik di tempat ini bersama suami dan anak-anaknya








masjid kuno yang berada di bawah areal perkebunan

pada zaman Belanda tempat ini adalah rumah sakit dan saat ini digunakan sebagai sekolah. kenapa foto ini jauh? bangunannya terlihat kecil kan?

tanya kenapa?

KARNA SAYA TAKUT ! :p


Hehehe :D

sejak melihat dan melewati pohon besar itu saya merasa spooky spooky gimana gitu padahal saat itu masih siang.. makanya saya gak berani kesana :p

ternyata menurut teman saya yang pernah bersekolah disana bahkan sampai beberapa tahun yang lalu sering terjadi kesurupan. kadang juga terdengar suara kereta dorong rumah sakit (apa ya namanya?). beberapa warga juga mengaku pernah melihat penampakan orang-orang Belanda

sudahi saja cerita horror itu ya. ini ni salah satu hal yang menarik lagi :
semacam rumah dinas untuk para pekerja pabrik. lucu ya bentuknya. ternyata dari dulu arsitekturnya memang seperti itu.
suasana di sekitar pabrik

cerobong asap pabrik
Well, tempat ini menarik untuk dikunjungi, rasakan sendiri sensasinya. Saya sih amaze dan merinding bersamaan hehe

Oya saya membayangkan areal perkebunan ini menjadi semacam tempat wisata industri. pasti menyenangkan bisa masuk ke pabrik tua dan melihat langsung pengolahan kopi, coklat dan karet.



how to get there ?

dari Kampus Universitas Jember naik angkot K jurusan Tawang Alun - Pakusari seharga Rp 3000. setelah sampai di Teminal Pakusari cari colt jurusan Mayang Silo Rp 7000 dan stop di pemberhentian terakhir lalu jalan kaki sekitar 10 menit maka sampailah di PDP Sumber Wadung

"sayang, cium eike dong"


iseng aja :P

6 January 2012

korek api

sejak 577 bangsa Tiongkok telah mengembangkan desain korek api sederhana dari batang kayu dan beleran.




saya selalu suka melihat desain di korek api. 0ya melihat korek api yang di sebelah kanan saya jadi ingat pada tahun 2000an saya nonton drama tv taiwan di sctv, takjub karna pemeran utamanya saat hendak menyalakan api unggun memakai korek api pelangi ini :) di zoom selama beberapa detik gitu

4 January 2012

Melacak Jejak-Jejak Bioskop Jember


(Rex saat masih menjadi bioskop dan foto bawah (saya ambil Desember 2011) yang sekarang menjadi Toko Sumber Kasih)

Bioskop adalah tempat untuk menonton pertunjukan film dengan gambar yang diproyeksikan ke layar lebar melalui proyektor. Bioskop pertama di Indonesia berdiri pada tahun 1900 di Jakarta. Lalu bagaimana dengan perkembangan bioskop di kota Jember? Saya tertarik untuk melacaknya.

Bioskop pertama di kota Jember adalah Bioskop Rex yang berada di Jalan Diponegoro. Bapak Harsono, warga Jalan Bondoyudo bercerita bahwa pada tahun 1948 ia sudah menonton film di bioskop tersebut. Pada tahun 1960 Presiden Soekarno memerintahkan penggantian semua nama yang berbau asing, karena itu Bioskop Rex pun berganti nama menjadi Bioskop Jaya. Saat ini gedung bioskop tersebut berubah menjadi toko Sumber Kasih. Bioskop kedua yaitu Bioskop Cathay yang sekarang menjadi gedung Telkom (samping masjid Jami Al Baitul Amien).



(bekas tempat layar film Bioskop Jaya)


(Bioskop Cathay)


Jember Theater adalah bioskop yang berada di daerah Kepatihan (di depan GM). Jember Theater menempati Gedung GNI yang berdiri pada tahun 1956. Dulunya gedung GNI adalah tempat pertunjukan kesenian tradisional seperti ludruk dan wayang, setelah itu GNI menjadi gedung serbaguna. Menurut Pak Untung, seorang saksi sejarah yang berumur 55 tahun, Jember Theater mengalami masa kejayaan pada 1986-1990an. Kapasitas bioskop ini sekitar 450 tempat duduk. Dulunya pemutaran film di Jember Theater begitu ketat. “Dulu nonton film diawasi polisi mbak.” katanya. Setelah bioskop mati, gedung GNI ini dipakai sebagai apotik, tempat praktek dokter dan sekarang menjadi tempat futsal.


(Gedung GNI Jember)


Lain lagi dengan Bioskop Sampurna yang berada di dekat Bioskop Jaya. Sekitar 10 tahun yang lalu bioskop ini mengalami kebakaran, dikabarkan karena korslet. Sekarang Bioskop Sampurna tinggal nama karena gedungnya tidak tersisa. Saat ini di lahan bekas bioskop tersebut dibuat menjadi ruko. Dulu ada juga Bioskop Indra yang berada di Jalan Trunojoyo. Saat ini gedung bekas bioskop tersebut dipakai menjadi tempat bilyard. Di Jember sempat pula ada Cineplax 21 di Matahari Johar Plasa namun beberapa tahun yang lalu ditutup karena tidak sebanding dengan biaya operasionalnya.





(lahan bekas Bioskop Sampurna sekarang dijadikan ruko)

Selain menonton film di bioskop, dulu di Jember ada banyak pemutaran film di lapangan terbuka. Semacam layar tancap. Masyarakat lebih mengenalnya dengan bioskop “misbar”. Misbar adalah kependekan dari kata gerimis bubar. Di kota Jember sendiri ada beberapa titik, antara lain di Kebonsari dan Gebang yang disebut juga GT atau Gebang Theater.
Gebang Theater berada di atas tanah bekas pemakaman Tionghoa yang dibongkar sekitar tahun 1983. Saya berkesempatan bertemu dengan penjual tiket Gebang Theater. Beliau bercerita dulu misbar ini begitu ramai. Orang-orang dari desa rombongan naik truk hanya ingin menonton film. Jadwal pemutaran film disini adalah 2 kali semalam yaitu pada pukul 7 dan 9 malam dengan tiket seharga Rp. 250 dan Rp 350. Sama seperti bioskop-bioskop lainnya, disini extra show juga diadakan jika malam minggu tiba. Film yang paling laris diputar di Gebang Theater adalah Brama Kumbara, dengan penonton yang membludak berhari-hari.

Saat hendak pulang seorang ibu bertanya kepada saya “Misbarnya mau dihidupkan lagi tah mbak?” saya melihat matanya mengharap. Ternyata ibu tersebut adalah seorang pedagang yang juga menjadi saksi sejarah bioskop ini. Beliau bercerita dulu saat Gebang Theater berjaya, para pedagang pun kecipratan untung. “Rumah saya bisa bagus karena jualan di misbar. Dulu saya jualan kacang 5 kilo bisa laku habis mbak” katanya mengenang masa lalu. Sekarang eks Gebang Theater diambil alih kembali oleh pemerintah yang menjadikannya sebagai pasar burung.



(dari Misbar Gebang hanya inilah yang tersisa. Dulunya balkon tersebut adalah ruangan proyektor)



Berdasarkan pengamatan saya, matinya bioskop-bioskop tua di kota Jember dan seluruh Indonesia dikarenakan beberapa hal : masyarakat jenuh dengan film-film panas, munculnya saluran-saluran TV swasta pada tahun 1990an, mudahnya mendapatkan VCD film bajakan, menurunnya kualitas film Indonesia, adanya anggapan pergi ke bioskop sama dengan ketinggalan jaman dan yang terjadi sekarang adalah mudahnya mendapatkan film-film baru di warnet.

Satu-satunya bioskop di Jember yang masih bertahan sampai sekarang adalah Bioskop Kusuma yang terletak di Jalan Gatot Subroto. Bioskop Kusuma dulunya bernama Bioskop Ambassador. Pembukaannya pada tanggal 15 Maret 1952. Pak Edi, seorang pemutar rol film (proyeksionis) yang telah bekerja sejak dibukanya bioskop tersebut mengatakan pada masa kejayaannya sekitar sedikitnya 300 sampai 400 orang perhari menonton film disana. Bioskop Ambassador berganti nama menjadi Duta, penggantian pemilik lalu membuatnya berubah nama menjadi Kusuma.



(foto Bioskop Ambassador tahun 1957, yang di bawah foto Biokop Kusuma beberapa hari yang lalu (Desember 2011))

Pria kelahiran 16 Agustus 1933 itu bercerita bahwa dulunya pada masa-masa awal Bioskop Kusuma memiliki tustel pemutar film terbaik di Indonesia, sama seperti di Jakarta dan Surabaya. Bioskop Kusuma memutar film-film lokal, india, china, dan film barat dari MGM (Metro Goldwyn Mayer), Columbia Pictures, serta Paramount. Film-film tersebut diambil dari kantor distributor film di Surabaya. Sama seperti bioskop-bioskop lainnya, Kusuma sempat mengalami mati suri. Namun Kusuma mulai bangkit lagi dengan perubahan manajemen dan menggunakan nama baru yaitu New Kusuma. Sampai saat ini New Kusuma mendapat respon yang cukup bagus dari masyarakat Jember.

Pak Edi Sang Proyeksionis, beliau bercerita sekitar 80% teman-temannya di bioskop sudah meninggal. Beliau lah yang paling senior

Tahun 2007 lalu saya pernah menonton film di Kusuma, film Cinta Pertama-nya Bunga Citra Lestari dengan karcis seharga Rp 7500. Kursinya dari kayu dan besi, keras tentunya dan saat film sudah diputar saya melihat ada tikus berjalan di sekitar tempat duduk saya -__- hiii geli-geli menakutkan. Teman-teman saya malah ada yang bercerita sekitar tahun 2002 – 2003 mereka menonton film juga di Kusuma dengan kondisi kursi dari plastik yang diikat bambu biar gak goyang-goyang hihi lucu ya? Sekarang Kusuma jauh lebih nyaman. Kursinya dari sofa yang empuk dan ada AC pula. Film-filmnya pun jauh lebih up to date.


(Pintu Studio 2, kuno ya ? Memang sengaja dipertahankan seperti ini hehe sip menurut saya)


di dalam Studio 2


(koridor menuju Studio 2)


(Saat itu tumben sekali Bioskop Kusuma rame. Baru sekali ini saya melihat ada banyak motor yang di parkir di depannya, ditambah ada 2 mobil pula. Banyak anak-anak muda masuk Studio 1, ternyata eh ternyata :


Bella dan Edward main ! hihihi)



Semoga Bioskop New Kusuma dan gedung eks bioskop-bioskop di Jember tidak tinggal nama seperti Bioskop Indra yang terletak di Jalan Malioboro dan berseberangan dengan Pasar Beringharjo Jogyakarta, yang oleh Sultan HamengkuBuwono X direkomendasikan sebagai kantung parkir. Atau seperti Bioskop Banteng Hebe Pangkalpinang, Bangka Belitung yang sudah memenuhi persyaratan benda cagar budaya yang wajib dilindungi namun nyatanya dihancurkan berdasarkan instruksi Walikota Pangkalpinang dan menjadikannya sebagai pusat perbelanjaan Bangka Trade Center (BTC).



Semoga kenangan mereka yang semangat mendengar woro-woro dari pengeras suara mobil bioskop yang keliling kota, atau mereka yang pulang sekolah beramai-ramai bersepeda melewati beberapa bioskop melakukan “tour de cinema” hanya untuk melihat poster-poster film, mereka yang dimarahi setelah nonton karena tidak pamit orang tua, mereka yang terhanyut romantisme bersama kekasih saat menonton film-film si Raja Dangdut Rhoma Irama, mereka yang saat SD tidak jadi menonton Ateng and The Goodfather karena ketahuan petugas menduduki kursi kelas 1 padahal membeli karcis kelas 3, mereka yang suka silat karena film-film Jet Li dan kenangan mereka yang begadang bersama ayah menghabiskan malam menonton film bisa terus hidup dengan tetap berdirinya gedung-gedung bioskop tua kota Jember. Gedung-gedung tua dengan potongan-potongan memori di dalamnya.

Salam,

Elfira Arisanti